Ruwatan Jawa >> Adalah Tradisi ritual Jawa sebagai sarana
pembebasan dan penyucian, atas dosa/kesalahannya yang diperkirakan bisa
berdampak kesialan didalam hidupnya. Kebudayaan Jawa sebagai subkultur
Kebudayaan Nasional Indonesia, telah mengakar bertahun-tahun menjadi
pandanganhidup dan sikap hidup umumnya orang Jawa. Sikap hidup
masyarakat Jawa memiliki identitas dan karakter yang menonjol yang
dilandasi direferensi nasehat-nasehat nenek moyang sampai turun temurun,
hormat kepada sesama serta berbagai perlambang dalam ungkapan Jawa,
menjadi isian jiwa senidan budaya Jawa. Didalam ungkapan " Crah Agawe
Bubrah - Rukun Agawe Santosa " menghendaki keserasian dan keselarasan
dengan pola pikir hidup saling menghormati. Perlambang dan
ungkapan-ungkapan halus yang mengandung pendidikan moral, banyak kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya :
1. Ojo Dumeh : Merasa dirinya lebih
2. Mulat sarira, Hangrasa wani : Mawas diri, instropeksi diri
3. Mikul Duwur, Mendem Jero : Menghargai dan menghormati serta menyimpan - rahasia orang lain.
4. Jer Basuki Mawa Beya : Kesuksesan perlu atau butuh pengorbanan
5. Ajining diri saka obahing lati : Harga diri tergantung ucapannya
Prinsip pengendalian diri dengan " Mulat Sarira " suatu sikap
bijaksana untuk selalu berusaha tidak menyakiti perasaan orang
lain,serta " Aja Dumeh " adalah peringatan kepada kita bahwa jangan
takabur dan jangan sombong, tidak mementingkan diri sendiri dan lain
sebagainya yang masih mempunyai arti sangat luas.
Kepercayaan terhadap keberadaan roh nenek moyang, menyatu dengan
kepercayaan terhadap kekuatan alam yang mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan manusia, menjadi ciri utama dan bahkan memberi warna khususu
dalam kehidupan religiusitas serta adat istiadat masyarakat Jawa, yaiku :
Sinkretisme, Tantularisme dan Kejawen yang bersifat Toleran, Akomodatif
serta Optimistik.
Berbagai ungkapan dan ungkapan Jawa, merupakan cara penyampaian
terselubung yang bisa bermakna " Piwulang " atau pendidikan moral,
karena adanya pertalian budi pekerti dengan kehidupan spiritual, menjadi
petunjuk jalan dan arah terhadap kehidupan sejati.
Terkemas hampir sempurna dalam seni budaya gamelan dan
gending-gending serta kesenian wayang kulit purwa yang perkembanganya
mempunyai warna yang unik, yaitu dari akar yang kuat, berpegang pada
kepercayaan terhadap roh nenek moyang, kemudian bertambah maju setelah
mengenal segala bentuk kesenian dari India dan menjadi sempurna begitu
masuk agama Islam di Pulau Jawa.
Paham mistik Jawa yang berpokok " Manunggaling Kawula Gusti " (
persatuan manusia dengan Tuhan ) dan " Sangkan Paraning Dumadi " ( asal
dan tujuan ciptaan ) bersumber pada pengalaman religius, berawal dari
sana manusia itu rindu untuk bersatu dengan yang Illahi, ingin
menelusuri arus kehidupan sampai ke sumber muaranya. Perumusan
pengalaman religius Jawa dalam sejarahnya tidak lepas dari
pengaruh-pengaruh agama besar seperti Hindu, Budha dan Islam beserta
dengan mistiknya yang khas, seperti terlihat dalam kitab-kitab Tutur,
Kidung dan Suluk.
Wayang sebagai pertunjukan, merupakan ungkapan-ungkapan dan
pengalaman religius yang merangkum bermacam-macam unsur lambang, bahasa
gerak,suara, warna dan rupa.Dalam wayang terekam ungkapan pengalaman
religius yang " kuno " seperti tampak bahwa pada tahap perkembangannya
dewasa ini, masih berperan pula mitos dan ritus, misalkan pada lakon
Ruwat atau Murwa Kala.
Secara tradisional, wayang merupakan intisarikebudayaan masyarakat
Jawa yang diwarisi secara turun temurun, tidak hanya sekedar tontonan
dan tuntunan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam kehidupannya,
namun juga merupakan tatanan yang harus dititeni kanti titis. (
merupakan hukum alam yang maha teratur yang harus diketahui dan disikapi
secara bijaksana ) untuk menuju kasunyatan serta mencapai kehidupan
sejati. Bagi manusia jawa ( manusia yang mengerti sejati ) wayang
merupakan pedoman hidup, bagaimana mereka bertingkah laku dengan sesama
dan bagaimana menyadari hakekatnya sebagai manusia serta bagaimana dapat
berhubungan dengan sang penciptanya.
Tradisi "upacara /ritual ruwatan" hingga kini masih dipergunakan
orang jawa, sebagai sarana pembebasan dan penyucian manusia atas
dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan didalam hidupnya. Dalam
cerita"wayang" dengan lakon Murwakala pada tradisi ruwatan di jawa (
jawa tengah) awalnya diperkirakan berkembang didalam cerita jawa kuno,
yang isi pokoknya memuat masalah pensucian, yaitu pembebasan dewa yang
telah ternoda, agar menjadi suci kembali,atau meruwat berarti: mengatasi
atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan
pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema/cerita
Murwakala.
Dalam tradisi jawa orang yang keberadaannya dianggap mengalami
nandangsukerto/berada dalam dosa, maka untuk mensucikan kembali, perlu
mengadakan ritualtersebut. Menurut ceriteranya, orang yang manandang
sukerto ini, diyakini akan menjadimangsanya Batara Kala. Tokoh ini
adalah anak Batara Guru (dalam cerita wayang) yanglahir karena nafsu
yang tidak bisa dikendalikannya atas diri DewiUma, yang kemudian
sepermanya jatuh ketengah laut, akhirnya menjelma menjadi raksasa, yang
dalam tradisi pewayangan disebut "Kama salah kendang gumulung ". Ketika
raksasa ini menghadap ayahnya (Batara guru) untuk meminta makan, oleh
Batara guru diberitahukan agar memakan manusia yang berdosa atau
sukerta. Atas dasar inilah yang kemudian dicarikan solosi ,agar tak
termakan Sang Batara Kala ini diperlukan ritual ruwatan. Kata Murwakala/
purwakala berasal dari kata purwa (asalmuasal manusia) ,dan
pada lakon ini, yang menjadi titik pandangnyaadalah kesadaran : atas
ketidak sempurnanya diri manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan
serta bisa berdampak timbulnya bencana (salah kedaden).
Untuk pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala biasanya diperlukan perlengkapansbb :
Alat musik jawa (Gamelan)
Wayang kulit satu kotak (komplit)
Kelir atau layar kain
Blencong atau lampu dari minyak
Selain peralatan tersebut diatas masih diperlukan sesajian yang berupa:
Tuwuhan, yang terdiri dari pisang raja setudun, yang sudah matang
dan baik, yang ditebang dengan batangnya disertai cengkir gading (kelapa
muda), pohon tebu dengan daunnya, daun beringin, daun elo, daun
dadapserep, daun apa-apa, daun alang-alang, daun meja, daun kara, dan
daun kluwih yang semuanya itu diikat berdiri pada tiang pintu depan
sekaligus juga berfungsi sebagai hiasan/pajangan dan permohonan. Dua
kembang mayang yang telah dihias diletakkan dibelakang kelir (layar)
kanan kiri, bunga setaman dalam bokor di tempat di muka dalang, yang
akan digunakan untuk memandikan Batara Kala, orang yang diruwatdan
lain-lainya.
Api (batu arang) di dalam anglo, kipas beserta kemenyan (ratus wangi) yang akan dipergunakan Kyai Dalang selama pertunjukan.
Kain mori putih kurang lebih panjangnya 3 meter, direntangkan
dibawah debog (batang pisang) panggungan dari muka layar (kelir) sampai
di belakang layar dan ditaburi bunga mawar dimuka kelir sebagai alas
duduk Ki Dalang, sedangkan di belakang layar sebagai tempat duduk orang
yang diruwat dengan memakai selimut kain mori putih.
Gawangan kelir bagian atas (kayu bambu yang merentang diatas layar)
dihias dengan kain batik yang baru 5 (lima) buah, diantaranya kain
sindur, kain bango tulak dandilengkapi dengan padi segedeng (4 ikat pada
sebelah menyebelah).
Bermacam-macam nasi antara lain :
Nasi golong dengan perlengkapannya, goreng-gorengan, pindang kluwih, pecel ayam, sayur menir, dsb.
Nasi wuduk dilengkapi dengan; ikan lembaran, lalaban, mentimun, cabe besar merah dan hijau brambang, kedele hitam.
Nasi kuning dengan perlengkapan; telur ayamyang didadar tiga biji. Srundeng asmaradana.
Bermacam-macam jenang (bubur) yaitu: jenang merah, putih, jenang kaleh, jenang baro-baro (aneka bubur).
Jajan pasar (buah-buahan yang bermacam-macam) seperti : pisang raja,
jambu, salak, sirihyang diberi uang, gula jawa, kelapa, makanan kecil
berupa blingo yang diberi warna merah, kemenyan bunga, air yang
ditempatkan pada cupu, jarum dan benang hitam-putih, kaca kecil, kendi
yang berisi air, empluk (periuk yang berisi kacang hijau, kedele,
kluwak, kemiri, ikan asin, telur ayam dan uang satu sen).
Benang lawe, minyak kelapa yang dipergunakan untuk lampu blencong, sebab walaupun siang tetap memakai lampu blencong.
Yang berupa hewan seperti burung dara satu pasang ayam jawa sepasang, bebek sepasang.
Yang berupa sajen antara lain : rujak ditempatkan pada bumbung,
rujak edan (rujakdari pisang klutuk ang dicampur dengan air tanpa
garam), bambu gading linma ros. Kesemuanya itu diletakan ditampah yang
berisi nasi tumpeng, dengan lauk pauknya seperti kuluban panggang telur
ayam yang direbus, sambel gepeng, ikan sungai/laut dimasak anpa garam
dan ditempatkan di belakang layar tepat pada muka Kyai Dalang.
Sajen buangan yang ditunjukkan kepada dhayang yang berupa takir
besar atau kroso yang berisi nasi tumpeng kecil dengan lauk-pauk, jajan
pasar (berupa buah-buahan mentah serta uang satu sen. ). Sajen itu
dibuang di tempat angker disertai doa (puji/mantra) mohon keselematan.
Sumur atau sendang diambil airnya dan dimasuki kelapa. Kamar mandi yang untuk mandi orang yang diruwat dimasuki kelapa utuh.
Selesai upacara ngruwat, bambu gading yang berjumlah lima ros
ditanam pada kempat ujung rumah disertai empluk (tempayan kecil)yang
berisi kacang hijau , kedelai hitam, ikan asin, kluwak, kemiri, telur
ayam dan uang dengan diiringi doa mohon keselamatan dan kesejahteraan
serta agar tercapai apa yang dicita citakan.
YANG PERLU ATAU HARUS DI RUWAT.
Menurut kepustakaan " Pakem Ruwatan Murwa Kala " Javanologi gabungan
dari beberapa sumber, antara lain dari Serat Centhini ( Sri Paku Buwana
V ), bahwa orang yang harus diruwat disebut anak atau orang "Sukerta "
ada 60 macam penyebab malapetaka, yaitu sebagai berikut :
1. Ontang-Anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan
2. Uger-Uger Lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal
3. Sendhang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan
4. Pancuran Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki
5. Anak Bungkus, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi ( placenta )
6. Anak Kembar, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau
kembar "dampit" yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan ( yang
lahir pada saat bersamaan )
7. Kembang Sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan
8. Kendhana-Kendhini, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
9. Saramba, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki
10. Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan
11. Mancalaputra atau Pandawa, yaitu 5 oranganakyang semuanya laki-laki
12. Mancalaputri, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan
13. Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki
14. Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiridari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan
15. Julung Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam
16. Julung Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari
17. Julung Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang
18. Tiba Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal
19. Jempina, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir
20. Tiba Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus
21. Margana, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan
22. Wahana, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah
23. Siwah atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macem warna, misalnya hitam dan putih
24. Bule, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih " bule "
25. Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam
26. Walika, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil
27. Wungkuk, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok
28. Dengkak, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta
29. Wujil, yaitu anak yang lahir dengan badancebol atau pendek
30. Lawang Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya " Candikala " yaitu ketika warna langit merah kekuning-kuningan
31. Made, yaitu anak yang lahir tanpa alas ( tikar )
32. Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan " Dandhang " ( tempat menanak nasi )
33. Memecahkan " Pipisan " dan mematahkan "Gandik " ( alat landasan
dan batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional
34. Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada " tutup keyongnya "
35. Orang tidur di atas kasur tanpa sprei ( penutup kasur )
36. Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang
37. Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap
38. Orang yang menempatkan barang di suatutempat ( dandhang - misalnya ) tanpa ada tutupnya
39. Orang yang membuat kutu masih hidup
40. Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu
41. Orang yang duduk didepan ( ambang ) pintu
42. Orang yang selalu bertopang dagu
43. Orang yang gemar membakar kulit bawang
44. Orang yang mengadu suatu wadah atau tempat ( misalnya dandhang diadu dengan dandhang )
45. Orang yang senang membakar rambut
46. Orang yang senang membakar tikar dengan bambu ( galar )
47. Orang yang senang membakar kayu pohon " kelor "
48. Orang yang senang membakar tulang
49. Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus
50. Orang yang suka membuang garam
51. Orang yang senang membuang sampah lewat jendela
52. Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah ( dikolong ) tempat tidur
53. Orang yang tidur pada waktu matahari terbit
54. Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam ( wayah surup )
55. Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang ( wayah bedhug )
56. Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang
57. Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga
58. Orang yang suka mengaku hak orang lain
59. Orang yang suka meninggalkan beras di dalam " lesung " ( tempat penumbuk nasi )
60. Orang yang lengah, sehingga merobohkanjemuran " wijen " ( biji-bijian )
Demikainlah 60 jenis " Sukerta " yaitu jenis-jenis manusia yang
telah dijanjikan oleh Sang Hyang Betara Guru kepada Batara Kala
untukmenjadi santapan atau makananya, bahkan menurut Pustaka Raja Purwa (
jilid I halaman 194 ) karya pujangga R.Ng Ranggawarsito disebutkan ada
136 macam Sukerta. Menurut meraka yang percaya, orang-orang yang
tergolong di dalam kriteria tersebut di atas dapat menghindarkan diri
dari malapetaka ( menjadi makanan Betara Kala ) tersebut, jika ia
mempergelarkan wayangan atau ruwatan dengan cerita Murwakala. Ada juga
lakon ruwatan yang misalanya : Baratayuda, Sudamala, Kunjarakarna dll.
Selain Sukerta, terdapat juga " Ruwat Sengkala atau Sang Kala " yang
artinya menjadi mangsa Sangkala yaitu jalan kehidupannya sudah
terbelenggu serta penuhkesulitan, tidak bisa sejalan dengan alur hukum
alam ( ruang dan waktu ) ini disebabkan oleh kesalahan-kesalahan
perbuatan atau tingkah lakunya pada masa lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar